Jumat, 02 Maret 2012

kehidupan pinggir kali bawah jembatan


nggak lama beberapa hari yang lalu, dibawah rintik hujan aku mengarungi aliran selokan mataram di perbatasan kota Jogja dengan Sleman bagian utara.
aliran sungai berwarna coklat itu, yang dulu sangat terkenal kini seakan tenggelam dalam pergantian jaman.
beberapa kelompok didalam lingkup sekitar kita semakin hari semakin bersikap jutek dengan keadaan di wilayah selokan mataram itu.
bayangkan saja, aliran yang deras itu kini dilengkapi dengan berbagai macam benda asing yang bau dan tidak dapat di urai (baca: sampah non organik).
yah, mungkin kita nggak pernah menoleh ke lingkungan mereka. taukah? mereka, ya mereka adalah beberapa keluarga yang terpaksanya harus tinggal di lingkunan yang kumuh.
bukan keinginan mereka tinggal di perbatasan kota, pinggiran kota, yang dihiasi dengan aliran air kotor dan harus mengkonsumsi air coklat tersebut.
tentu saja air yang di hinggapi berbagai macam benda rongsok itu datangnya dari kita-kita, termasuk remaja-remaja yang tinggal di kota.
bayangkan saja jika kita menggunakan air tersebut untuk masak air, mandi, minum, dan mencuci pakaian.
bakteri-bakteri dan virus-virus yang tak terbaca oleh mata tentu akan hinggap berkoloni-koloni di tubuh para penghuni setempat.
entah itu bayi, ibu hamil, remaja, atau orang-orang lanjut usia yang seharusnya menikmati masa tuanya dengan bahagia.
selain air itu dikonsumsi, aliran tersebut juga mereka gunakan untuk mencari nafkah atau makanan, dengan cara memancing ikan.
yah, meskipun entah apa yang didapat mereka. antara ikan segar, atau sampah busuk.
pernahkan kalian berfikir bagaimana rasanya tinggal bersama beberapa manusia didalam ruangan kecil yang hanya beratap seng, dan beralaskan tanah?
pernahkah kalian berfikir bagaimana rasanya mengkonsumsi air dari satu tempat yang digunakan untuk pembuangan akhir?

0 komentar:

Posting Komentar